Resistensi antibiotik saat ini menjadi tantangan global yang mendesak. Infeksi saluran kemih (ISK), salah satu infeksi yang paling sering dilaporkan, semakin sulit diobati mengingat meningkatnya prevalensi Antimicrobial Resistance (AMR). Penelitian ini bertujuan untuk menilai dampak program pengelolaan antibiotik rumah sakit terhadap AMR dalam penanganan ISK di rumah sakit rujukan tersier RSUP Dr. Sardjito di Yogyakarta, Indonesia. Penelitian retrospektif cross-sectional ini dilaksanakan dari Januari 2017 hingga Desember 2020, dengan klasifikasi sampel pediatrik dan dewasa. Sampel urine dikumpulkan dan dikultur dari semua pasien dengan ISK yang dirawat di RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, untuk menganalisis bakteri penyebab ISK dan sensitivitas antibiotiknya dengan membandingkan data dua tahun sebelum dan dua tahun setelah implementasi program pengelolaan antibiotik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun program pengelolaan antimikroba memberikan dampak positif dalam mengurangi penggunaan antibiotik yang tidak tepat, program ini tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam dua tahun pertama implementasinya, terutama mengingat ketiadaan program ini di rumah sakit rujukan tingkat lebih rendah. Dari 717 sampel urine dewasa yang dikultur, Escherichia coli (39,1%), Acinetobacter baumannii (9,3%), dan Pseudomonas aeruginosa (8,5%) diidentifikasi sebagai bakteri paling umum sebelum program pengelolaan antibiotik. Produksi β-laktamase spektrum luas oleh E. coli dan peningkatan Burkholderia cepacia tetap terdeteksi setelah implementasi program. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dari berbagai tingkat layanan kesehatan diperlukan untuk meningkatkan efektivitas program pengelolaan antibiotik, serta memperkuat sinergi antar institusi untuk mencapai target Sustainable Development Goals (SDG) nomor 3 yang berfokus pada memastikan kehidupan sehat dan mendukung kesejahteraan bagi semua orang.
Kolaborasi interdisipliner dan internasional, serta edukasi berkelanjutan bagi staf medis mengenai penggunaan antibiotik yang rasional dan pendekatan diagnostik yang tepat, sangat penting untuk mencapai hasil yang lebih baik. Publikasi ini menekankan pentingnya strategi komprehensif, termasuk pelatihan rutin, pemantauan ketat terhadap pola resistensi, dan penyesuaian kebijakan penggunaan antibiotik berdasarkan data terbaru. Dengan demikian, integrasi antara program pengelolaan antimikroba dan praktik klinis yang baik, didukung oleh kolaborasi internasional, dapat lebih efektif dalam mengurangi resistensi antibiotik dan meningkatkan kualitas perawatan pasien dengan ISK di rumah sakit tersier.